Thursday, January 31, 2013

Dibuktikan Secara Ilmiah Hisapan Ombak Aneh Pantai Parangtritis Yogyakarta

Para praktisi ilmu kebumian menegaskan bahwa penyebab utama hilangnya sejumlah wisatawan di Pantai Parangtritis, Bantul, adalah akibat terseret rip current. Dengan kecepatan mencapai 80 kilometer per jam, arus balik itu tidak hanya kuat, tetapi juga mematikan.
Kepala Laboratorium Geospasial Parangtritis I Nyoman Sukmantalya mengatakan, sampai sekarang informasi mengenai rip current amat minim. Akibatnya, masyarakat masih sering mengaitkan peristiwa hilangnya korban di pantai selatan DI Yogyakarta dengan hal-hal yang berbau mistis. Padahal, ada penjelasan ilmiah di balik musibah tersebut.
Arus balik merupakan aliran air gelombang datang yang membentur pantai dan kembali lagi ke laut. Arus itu bisa menjadi amat kuat karena biasanya merupakan akumulasi dari pertemuan dua atau lebih gelombang datang. “Bisa dibayangkan kekuatan seret arus balik beberapa kali lebih kuat dari terpaan ombak datang. Wisatawan yang tidak waspada dapat dengan mudah hanyut,” demikian papar Nyoman, Selasa (3/2) di Yogyakarta.
Celakanya, arus balik terjadi begitu cepat, bahkan dalam hitungan detik. Arus itu juga bukan hanya berlangsung di satu tempat, melainkan berganti-ganti lokasi sesuai dengan arah datangnya gelombang yang juga menyesuaikan dengan arah embusan angin dari laut menuju darat.
Nyoman melanjutkan, korban mudah terseret arus balik karena berada terlalu jauh dari bibir pantai. Ketika korban diterjang arus balik, posisinya akan mudah labil karena kakinya tidak memijak pantai dengan kuat. “Karena terseret tiba-tiba dan tidak bisa berpegangan pada apa pun, korban menjadi mudah panik, dan tenggelam karena kelelahan,” lanjutnya.
Staf Ahli Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, Djati Mardianto, melanjutkan, apabila korban tetap tenang saat terseret arus, besar kemungkinan baginya untuk kembali ke permukaan. “Karena arus berputar di dasar laut sehingga materi di bawah bisa naik lagi,” ujar Djati.
Setelah mengapung, korban bisa berenang ke tepi laut, atau membiarkan diri terempas ke pantai oleh gelombang datang lain. Setidak-tidaknya, korban memiliki kesempatan untuk melambaikan tangan atau berteriak minta tolong.
Bagaimana dengan korban hilang? Djati mengatakan, hal itu dapat terjadi apabila korban terlalu kuat melawan arus saat berada di dalam air sehingga urung mengapung. Sebaliknya, korban akan semakin jauh terseret arus bawah laut dan bisa tersangkut karang atau masuk ke dalam patahan yang berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.
Di dasar patahan yang kedalamannya mencapai ratusan meter itu, korban akan semakin sulit bergerak karena ia bercampur dengan aneka materi padat yang terkandung dalam arus. Korban akan diperlakukan sama seperti material, yakni diendapkan. Korban baru bisa kembali terangkat ke permukaan jika ada arus lain yang mengangkat sedimen dari dasar laut. Namun, ia mengatakan, biasanya hal itu butuh waktu lama.
Meski sulit, diperkirakan kedatangannya, arus balik sebenarnya bisa dikenali. Menurut Nyoman, permukaan arus balik terlihat lebih tenang daripada gelombang datang yang berbuih. Selain itu, arus balik biasa terjadi di ujung-ujung cekungan pantai dan warnanya keruh karena membawa banyak materi padat dari pantai.
Masalahnya, banyak wisatawan justru senang bermain di pantai yang tenang karena dianggap lebih aman. “Padahal, lokasi tersebut amat berbahaya,” kata Nyoman.
Sejauh ini, cara terbaik untuk mengurangi risiko bencana terseret arus di pantai adalah dengan tidak bersikap nekat berenang ke tengah laut. Pengunjung harus benar-benar mematuhi rambu larangan berenang yang dipasang tim search and rescue (SAR) di sepanjang pantai.
Selain itu, kondisi cuaca juga harus dipertimbangkan. Gelombang laut akan membesar di musim penghujan karena terpengaruh angin barat. Berenang di laut pada malam hari pun sebisa mungkin dihindari karena arus balik akan menguat akibat terpengaruh pasang. Menurut kedua pakar geomorfologi pesisir itu, tidak ada pantai di DIY yang aman. Semua memiliki potensi arus balik yang kuat. Bahkan, di sejumlah pantai di Gunung Kidul, arus balik kian diperkuat oleh buangan air sungai bawah tanah.
Pemerintah daerah juga bisa mempelajari pola-pola arus balik dengan melakukan pengamatan rutin sepanjang tahun menggunakan citra satelit beresolusi tinggi, seperti citra Quickbird dan IKONOS. Kedua satelit itu bisa merekam dengan jelas benda yang berukuran kecil hingga ukuran satu meter.
“Sejauh ini, penelitian ke arah sana baru sebatas pada skripsi mahasiswa. Belum ada penelitian yang mendalam dan menghasilkan rekomendasi kebijakan,” papar Djati.
Pemerintah daerah pun sebaiknya memberikan pemahaman yang benar mengenai penyebab bencana laut kepada warga di sekitar pantai. Informasi tersebut dapat diteruskan kepada wisatawan guna meningkatkan kewaspadaan mereka. Bagi pengunjung, informasi berupa papan larangan berenang dan imbauan petugas dianggap jelas belum cukup. Kenapa tak dibagikan leaflet kecil begitu pengunjung mau masuk pantai. Leaflet itu berisi penjelasan singkat, harus bagaimana dan di mana jika ingin mencebur ke laut.
Nyoman mengatakan, ketinggian air sepaha orang dewasa sudah cukup bagi arus balik untuk menyeret orang ke tengah laut. Paling aman, usahakan air hanya sampai ketinggian mata kaki.
Kita mungkin dapat melihat suatu arus balik dari suatu tempat yang lebih tinggi di pantai, atau dapat juga bertanya dengan penjaga pantai yang bertugas atau dengan penduduk setempat yang tahu di lokasi mana terdapat rip current. Berdasarkan pengamatan, sifat-sifat rip current dapat diketahui dengan :
  • Melihat adanya perbedaan tinggi gelombang antara kiri-kanan dan antaranya. Tinggi gelombang pada bagian kiri dan kanan lebih besar dari antaranya.
  • Meletakkan benda yang dapat terapung. Bila benda tersebut terseret menuju off shore maka pada tempat tersebut terdapat rip current.
  • Melihat kekeruhan air yang terjadi, dimana air pada daerah surf zone tercampur dengan air dari darat. Bila terlihat air yang keruh menuju off shore, maka tempat tersebut terdapat rip current. Kejadian ini dapat dilihat dengan jelas dari tempat yang lebih tinggi.





Usaha yang harus dilakukan bila terseret rip current, adalah sebagai berikut:

  1. Jika terperangkap dalam arus seret ke tengah laut, jangan mencoba untuk berenang melawan arus (ke tepi pantai),
  2. Tenanglah untuk sementara mengikuti arus. Secepat arus seret berada di luar penghalang, atau kecepatan arus melambat dan kita merasa sedikit bebas dari pergerakan air yang cepat,
  3. Berenanglah ke area di sebelah kiri/kanan kita dan baru kemudian berenang kembali ke arah pantai (atau mengikuti gelombang menuju pantai). Tentu saja kita harus tetap menjaga untuk tetap berada di luar arus seret tersebut.

Saturday, January 19, 2013

Ternyata Google mengerti aku

Hari ini tanggal 19 Januari 2013 aku dapet kejutan dari google, tau aja kalau hari ini tanggal kelahiranku,,,

Thx to Google #GeEr

Semakin Istimewa dengan Bertambah Usia


Bertambah usia seharusnya semakin dewasa, semakin bahagia, dan semakin dekat dengan keberhasilan
Bertambah usia bagi kaum Hawa memiliki arti yang sangat besar. Banyak orang bilang perempuan sangat dibatasi oleh usia. Karena itu, banyak perempuan yang sangat khawatir terhadap bertambahnya usia mereka. Bertambahnya usia berkonotasi pada semakin sempitnya kesempatan dan berkurangnya kebanggaan.

Semua itu, membuat hidup bagi perempuan bagaikan pilahan-pilahan sempit. Rentang waktu yang membanggakan hanyalah antara 20 hingga 40 tahun. Sebelumnya adalah usia anak-anak dan selebihnya adalah usia yang mengkhawatirkan karena harus berhadapan dengan ketuaan. Sungguh, semuanya membuat perempuan merasa begitu terkejar-kejar oleh waktu.

Orientasi Fisik
Ini semua adalah buah dari paham materialisme yang begitu ampuh memporak-porandakan eksistensi perempuan. Semuanya berorientasi pada fisik. Setiap perempuan dijejali propaganda untuk tampil cantik dan sempurna agar bisa mendapatkan cita-cita yang dimimpikannya. Jenis-jenis kesuksesan yang diekspos pun yang berangkat dari modal fisik.


Perempuan yang cantik dan muda akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan, lebih diterima dalam pergaulan, dan memiliki masa depan yang lebih cerah dibandingkan mereka “yang biasa-biasa saja.” Sehingga anak-anak perempuan pun berlomba untuk memoles diri agar masa depan mereka di usia dewasa terjamin oleh kecantikan dan penampilan. Ketika usia memasuki dasawarsa ketiga, perempuan pun segera dihinggapi kekhawatiran akan penampilan. Tanda-tanda penuaan yang mulai merambah wajah segera membuat kepercayaan diri menurun. Akibatnya, begitu banyak potensi yang lebih penting dibandingkan fisik, terabaikan begitu saja lalu padam sebelum waktunya.

Padahal, bertambahnya usia seharusnya membuat perempuan semakin bersinar dan membuat masa depan semakin cerah. Karena, bertambahnya usia berarti bertambahnya kedewasaan. Bertambah usia berarti semakin banyaknya hikmah kehidupan yang telah berhasil digenggam, sehingga langkah ke depan untuk mencapai keberhasilan pun akan semakin ringan.

Tak mudah memang membangun pengertian ini di dalam benak kita. Karena, propaganda materialisme sedemikian kuat mencengkeram perempuan. Kesan yang dibangun dunia industri pun melulu menggunakan perempuan sebagai objek. Sehingga perlahan, setiap perempuan merasa tak sempurna, bila tak seperti yang terpampang dalam iklan.

Namun, tentu sebagai perempuan, kita sama-sama sepakat bahwa keadaan ini harus segera diubah. Inilah saatnya untuk mengubah pandangan tentang usia, dimulai dari dalam diri sendiri.

Menjadi yang Dicintai
Hal pertama yang harus dikedepankan dalam benak kita adalah usia merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala (SAW). Bertambahnya usia, selayaknya membuat kita menjadi manusia yang lebih bernilai di hadapan Allah SWT. Bila usia yang menapaki masa tua menjadi hal yang merisaukan, marilah menukar tempat kerisauan itu dengan semangat. Semangat untuk melihat lebih dalam apa yang telah kita lakukan dengan usia yang semakin menjemput senja. Bila semangat evaluasi ini menuntun kita pada sebuah kenyataan bahwa tak banyak yang berarti dengan usia yang sekian lama kita lalui, teruskanlah menjadi semangat untuk melakukan lebih banyak hal yang berarti.


Jadikanlah setiap pagi sebagai awal untuk mengukuhkan eksistensi kita sebagai orang yang dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana sebuah riwayat pernah memuat percakapan antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) dengan seorang Badui. Orang Badui yang kasar itu bertanya kepada Rasulullah tentang ciri-ciri orang yang dicintai oleh Allah SWT dan ciri orang yang dibenci oleh Allah SWT.

Namun, Rasulullah SAW justru balik bertanya kepada orang tersebut, “Dapatkah engkau ungkapkan, bagaimana perasaanmu ketika bangun tidur?” Orang Badui tersebut kemudian menjawab, “Mula-mula yang kurasakan adalah keinginan untuk melakukan kebajikan dan rindu hendak berkumpul dengan orang-orang yang senang berbuat baik. Jika aku tidak bisa berbuat kebajikan, maka remuk-redamlah hatiku. Aku juga sangat berduka, jika tidak dapat menjumpai orang-orang yang saleh dalam pergaulanku.” Atas jawaban tersebut, Rasulullah tersenyum dan kemudian berkata, “Kalau keadaanmu demikian, maka itulah ciri-ciri orang dicintai oleh Allah. Adapun ciri-ciri orang yang dibenci oleh Allah adalah mereka yang ketika bangun tidur sudah berencana untuk berbuat maksiat serta ingin bersuka ria dengan ahli maksiat.”

Bertambahnya pagi juga berarti bertambahnya usia. Bila setiap pagi yang ada di dalam hati kita adalah keinginan untuk berbuat kebaikan dan berkumpul bersama orang-orang yang gemar berbuat baik, maka kita pun tak akan pernah merasa tua. Semangat untuk melakukan kebaikan ini akan membuat kita menyambut hari esok dengan penuh harapan dan kegembiraan. Ini akan membuat kita merasa berarti dan berenergi untuk melakukan hal yang benar-benar bernilai.

Optimis dan Ikhlas
Sebuah penelitian membuktikan bahwa pembentukan sel dan hormon tubuh dipengaruhi oleh emosi. Setiap kali kita berbuat baik, maka terjadilah proses kimiawi dalam tubuh yang menjadikan sel yang terbentuk lebih berkualitas, hormon dan organ menjadi imun dan anti oksidan.


Fakta ini tentu dapat menunjukkan pada kita bahwa apa yang ada dalam hati dan pikiran kita jauh lebih penting dari berbagai produk kecantikan yang selalu ditawarkan untuk memperlambat penuaan. Hati dan tindakan yang positif akan mendorong tubuh untuk memproduksi sel baru yang lebih berkualitas, ini juga berarti peremajaan sel-sel tubuh. Hormon dan organ pun menjadi lebih imun (kebal) terhadap serangan bakteri dan virus yang menggerogoti kebugaran. Tubuh pun menjadi lebih terlindungi dari serangan racun dengan anti oksidan yang berhasil diproduksi oleh tubuh yang memiliki emosi yang baik.

Karena itu, penting kiranya untuk semakin meringankan perjalanan usia kita dengan semangat ikhlas. Ikhlas untuk memaafkan dan ikhlas untuk mengambil hikmah dari setiap lembaran menyedihkan yang pernah kita lalui. Juga ikhlas merelakan segala hal yang urung kita miliki. Sikap seperti ini akan membuat hidup kita akan terasa lebih ringan dan optimis menyambut hari esok.

Kesedihan, kegelisahan, bahkan kemarahan biasanya lahir dari ketidakmampuan kita memiliki sesuatu seperti yang kita inginkan. Inilah yang kemudian melahirkan angan-angan yang membuat kita semakin tertekan dan menyesali keadaan. Akhirnya hidup pun terasa sempit.

Hidup dalam optimisme dan keikhlasan akan membuat kita tak pernah terbebani oleh kesedihan manakala kita tak dapat meraih sesuatu dan ambisi yang berlebihan. Ini akan membuat kita senantiasa menikmati hari-hari yang dikaruniakan oleh Allah. Merasa menjadi hamba yang beruntung dan tak akan terusik oleh hal-hal kecil seperti tanda-tanda penuaan sekalipun. Karena, dalam keadaan fisik seperti apapun, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Sehingga kita pun tahu, bahwa kita akan senantiasa cantik dan bermanfaat dengan amal terbaik yang kita upayakan.* 

Kartika Trimarti, ibu rumah tangga tinggal di Bekasi. SUARA HIDAYATULLAH, MARET 2011

Tuesday, January 8, 2013

"Sepucuk Surat Cintaku Buat Bunda"


Suara azhan subuh menyadarkanku dari lelapku, tersadar dari bunga tidurku. Sepercik harapan, doa untuk selalu bisa mendapkan sesuatu yang berharga, dan rasa syukur pada Sang Pencipta. Yang masih memberikanku kesempatan untuk mengirup sejuknya pagi, hangatnya mentari, dan siap ku gapai hari impianku hari ini.

Senyum terlukiskan penuh kerinduan di wajahku. Seketika itu ku ucapkan selamat pagi dan ku kecup penuh rasa sayang foto sang bunda tercinta.
“ Selamat pagi, Bunda..”.

Penuh rasa haru kerinduan teramat dalam, hingga membuat pagiku dibasahi dua tetes air mata. Namun tak lama, kembali ku bergegas memepersiapkan semuanya. Dengan segera ku ambil air wudhu, dan kulaksanakan kewajibanku sebagai seorang seorang muslim.

Setangkai bunga mawar merah, mawar putih, dan puluhan bunga melati telah ku persiapkan. Hari ini aku akan menjenguk bundaku, di tempat peristirahatannya. Segera kulangkahkan kakiku keluar dari kamar kostku yang tua itu, dan mencari mobil angkot yang berkeliaran di pinggir jalan. Alhamdulillah, tak perlu menunggu lama, angkot sudah menunggu.

Abang supir angkot meninggalkanku tepat di gerbang makam Kasih Ibu Setia. Perlahan tapi pasti, ku jalani setapak demi setapak jalan yang ada di depanku. Dari kejauhan, tak lepas pandangan mataku hanya tertuju pada satu objek, yakni makam bundaku tercinta. Rasa haru, dan rindu yang dalam semakin menebal saat semakin mendekat. Tak kuat asa ini menahan semua, ku berlari terengah-engah dan segera kupeluk makam bundaku saat ku tiba di depannya. Seketika tangisku meledak.

“ Bunda…. Angel kangen Bunda….. Angel sayang Bunda…. Angel cinta Bunda… Bunda….” Aku sungguh tak kuat menahan rasa sedihku. Aku menangis aku menangis, dan aku hanya bisa menangis. Semakin erat kupeluk makam bundaku.

Tak terasa seminggu berlalu bunda meninggalkanku. Ingin sekali rasanya ku mendekap, memeluk, dan mencium bundaku. Namun apa daya diri ini, Allah telah mengambilnya dari hidupku. Aku hanya bisa berdoa, mengikhlaskan dirinya, dan akan berusaha mencapai apa yang diinginkannya atas diriku. Anakmu akan membuatmu bangga bunda. Tak hentinya ku memeluk makam bunda dan menangis tersedu-sedu. Semakin lama, semakin membuat rasa sedih ini memuncak, mengingatkanku pada saat hidup bersama bunda.

***

Aku Angel, 16 tahun, cantik, anggun, cerdas, kaya, modis, siswa berprestasi di sekolah, hobiku musik dan basket, dan tak ada seorangpun yang tak mengenalku. Aku anak seorang pembisnis ternama di Indonesia. Hidupku sungguh sangat sempurna. Hidupku sungguh sangat bahagia. Aku memiliki seorang bunda yang selalu ada untukku, dan seorang ayah pencari nafkah yang hebat dan sangat bijaksana.

Namun, tepat saat ulang tahunku yang ke-17, semuanya lenyap dalam sekejap di depan mata. Ayahku meninggal karena ditembak mati oleh sekelompok orang yang dengan sengaja membunuh ayahku untuk menggeser posisi ayahku. Sejak saat itu, duniaku jungkir balik. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, semua ini akan terjadi. Kini yang tersisa hanyalah aku dan bundaku. Kami berdua sangat terpukul dengan keadaan hidup kami yang seperti ini. Tidak ada lagi rumah mewah, mobil, perhiasan yang bagus, tabungan banyak, dan lain-lain. Semuanya telah direnggut olah orang-orang laknat yang tidak bertanggung jawab.

Hidupku kacau balau. Benar-benar berantakan. Diriku berubah 180 derajat, kini orang mengenalku bukan seorang Angel yang hebat seperti dulu, tapi seorang Angel yang miskin, brandal, urakan, bodoh, pemarah, dan lain-lain yang dipandang sangat jelek oleh orang lain.
Yang tak terpikirkan olehku saat itu adalah bunda. Bahkan bunda seorang yang sangat ku cinta, tak habis pikir dengan segala perubahanku.

“ Angel anakku… Apa yang terjadi padamu, nak? Bunda sangat tidak menginginkan Angel berubah seperti ini. Bukan berarti setelah kita kehilangan ayah, dan kehilangan semuanya hidup kita hancur, anakku. Kita harus bertahan”. Bunda menangis dan memelukku dengan erat.

“ Arrgghh, bunda kenapa berlebihan? Angel gak apa-apa. Angel gak berubah, bunda. Ini Angel!”. Aku melepas pelukan bunda, dan sedikit mendorongnya untuk menjauh dariku.

“ Tapi…..” belum sempat bunda menyelesaikan perkataannya, aku langsung menghela.

“ Udahlah bunda, Angel begini kar’na Angel stress, banyak yang dipikirkan. Sini uangnya, untuk bayar komite sekolah. Udah 3 bulan nunggak, bunda!” dengan suara yang besar penuh amarah kutatap wajah sedih bunda.

“ Tapi kita belum punya uang, nak. Untuk makan sehari saja kita harus ngutang. Bunda gak tau harus kemana lagi untuk pinjam uang”. Bunda semakin banyak meneteskan air matanya. Tapi anehnya, tak sedikitpun hatiku tersentuh melihat bunda menangis tersedu seperti itu.

“ Kerja dong, bun… Kerja….Ya sudahlah, Angel pergi dulu!” aku meninggalkan bunda yang sedang di kamar. Aku keluar rumah, dan kututup pintu dengan keras. Aku benar-benar seperti seorang iblis yang tega memperlakukan bundanya seperti itu.

Di sekolah, kini aku selalu mendapat tamparan hangat dengan kata-kata yang menghina oleh anak-anak gank ADC (Angel, Dila, Cia) yang dulunya mereka mengaku sebagai sahabat dalam gank ku. Tapi kenyataannya, Dila dan Cia berkhianat. Kini mereka menjadi musuh terbesarku setelah mereka tahu bahwa aku sudah tidak punya apa-apa lagi.

“ Eh gembel, mau kemana loe? Lapin dulu nih sepatu gue. Kotor! Hahaha..” Dian memerintahku dengan penuh hinaan. Cia ikut tertawa mendengar perkataan Dian.

“ Jangan kurang ajar yah, jaga tuh monyong loe! Jangan asal ngomong. Mau gue tonjok loe, hah!

“Aku sangat marah. Emosiku sudah tak tertahankan lagi, aku menarik leher bajunya, dan langsung pukulanku melayang di pipi Dian sebelah kiri. Seketika, Dian jatuh pingsan. Aku merasa puas melihat Dian tergeletak setelah dapat pukulanku. Ku tinggalkan Dian, Cia dan orang-orang di sekolah heboh dengan keadaannya.

Parahnya, kejadian itu membuatku dipindahkan dari sekolah. Memang, bukan untuk yang pertama kalinya aku melakukan kericuhan di sekolah, yang memakan korban. Andi, Dias, Roni, Aji, Raka, Reno, Afdi, Arna, dan korban terakhir adalah Dian. Mereka semua adalah korban kekerasan yang kulakukan di sekolah. Sebenarnya, mereka semua itu yang memulaiku untuk melayangkan pukulan pada mereka. Akhirnya aku harus terima kenyataan yang sangat pahit, aku diungsikan ke sekolah yang ku anggap kualitasnya minus 500 dari sekolahku yang ku cinta. Sangat kebetulan sekali, sekolah baruku berdekatan dengan rumah kontarakan yang aku dan bunda tempati.

“ Bunda…Bunda…! Suatu hari saat pulang sekolah, aku memanggil bunda sambil mengetok pintu dengan keras. Berulang kali aku memanggil bunda, sama sekali tidak ada jawaban. Lama sekali aku menunggu di depan rumah.

Beberapa jam kemudian, nampak dari kejauhan aku kenal sosok wanita itu. Tinggi, cantik, putih, berjilbab. Ternyata dia adalah bunda. Aku sangat terkejut melihat cara barpakaian bunda seperti itu. Tersentak aku terpaku melihat bundaku, seperti bidadari turun dari khayangan. Sangat cantik.

“ Angel, udah lama ya nunggu bunda? Maafin bunda ya? Bunda tadi ke melamar pekerjaan. Alhamdulillah diterima. Bunda senang sekali. Angel.. Angel.. Kenapa liatin bunda begitu? Bunda aneh ya? Nah loh, kok diem? Angel…”. Bunda berbicara padaku sambil senyum, nampak penuh bahagia sekali. Tapi, aku hanya masih bisa terdiam memandang bundaku. Belum bisa tersadarkan aku melihat
bundaku benar-benar berbeda.

“ Eh bunda, bunda dari mana? Tumben, beda hari ini. Bunda diterima bekerja? Pasti di kantoran ya? Wow…”. Aku pun tersenyum pada bunda. Sudah lama sekali aku tidak memberi senyum pada bunda. Aku hanya bisa membentak dan memarahinya.

“ Angel, kok bilang wow? Alhamdulillah dong anakku sayang… Alhamdulillah, jadi kita bisa hidup lebih baik, nak. Bunda senang sekali”. Bunda tak hentinya mengucap syukur. Dan memelukku erat. Kami berpelukan. Sudah lama hal ini tak kulakukan pada bunda. Hari itu menjadi hari yang sangat hangat sekali bagi kami berdua. Dan sejak saat itu, semuanya berasa mulai dari awal lagi, walaupun tanpa ada sosok ayah di sisi kami.

Semakin lama, semua semakin baik. Walaupun dengan hidup sederhana, hidup kami terpenuhi setiap hari, hutang yang menumpuk bisa di atasi, berkat kerja keras bunda banting tulang untuk semua. Begitu juga dengan adanya perubahan diriku. Aku perlahan-lahan menjadi Angel yang seperti dulu, walapun bukan Angel yang hidupnya sangat sempurna.

Di sekolah, aku kembali berjaya menjadi bintang lagi. Presatasi ku meningkat di segala bidang yang dulunya sedikit ku acuhkan, kepribadianku yang sopan dan anggun sangat banyak yang menyukainya. Semua orang banyak ingin berkawan dan dekat denganku. Bunda sangat senang melihatku berubah jauh lebih baik, berubah menjadi seorang diri Angel yang selalu dirindukannya.

Selang waktu 3 bulan, ada suatu kenyataan yang sangat mengiris pilu hatiku. Aku tak menyangka semuanya bisa seperti ini. Aku sengaja mengikuti kegiatan bunda sehari, karena aku ingin tau besarnya kerja keras bundaku untuk hidup kami berdua. Aku melihat semua yang bunda lakukan. Bunda tidak bekerja di kantor, tapi di jalanan. Bunda membohongiku. Pada paginya, bunda menjadi pemulung, dan siang sampai malam menjadi supir angkot. Ya Allah, betapa sedihnya melihat perjuangan bunda. Sungguh tak tega melihat pengorbanan besar bunda. Aku semakin menyadari, betapa besarnya rasa cinta bunda padaku, sampai ia rela melakukan apa saja untuk bisa menghidupiku. Aku menangis melihat semuanya. Aku menyesal telah menyakiti bunda saat beberapa waktu lalu.
Tak tega aku melihat bunda, segera ku susul bunda saat ia sedang istirahat melepas lelah setelah menyupir. Aku langsung mencium tangannya untuk memohon ampun, dan memeluknya dengan erat sambil menangis. Bunda sangat terkejut melihat kehadiranku. Bunda juga turut menangis sedih dengan kenyataan ini. Suasana yang sangat haru. Bagaimanapun keadaannya, aku tetap mencintai bunda. Bahkan aku akan lebih mnghargai lagi atas semua pengorbanan bunda. Alhamdulillah ya Allah, kau bukakan pintu hati ini untuk bisa memaknai arti hidup ini.

Pagi cerah di hari minggu, aku diajak bunda ke suatu tempat yang sangat menakjubkan. Hanya aku dan bunda. Tak jauh dari rumah kontarakan kami, cukup dengan berjalan kaki.

“ Bunda…Indah sekali..” Aku sangat takjub dengan pemandangan dari atas bukit kecil itu. Perlahan-lahan kubuka lebar-lebar kedua tanganku, dan kuhirup sejuknya udara. Subhanallah..Sangat sulit bagiku untuk melupakan rasa syukurku atas ciptaan Tuhan Yang Mahaesa.

“ Angel, duduk di sini nak. Bunda mau bicara”. Bunda memanggilku dan memintaku untuk duduk di sampingnya. Dengan segera aku mendekatinya.

“ Bunda dari mana tahu tempat ini? Ini indah sekali bunda. Angel sangat senang bisa ada di sini. Oh ya, bunda mau bicara apa?” Dengan senyum yang sumringah, ku tampakkan rasa bahagiaku pada Bunda.

Entah mengapa, saat itu jantungku tiba-tiba berdetak cepat. Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku bingung apa yang terjadi pada bunda.

“ Bunda kenapa? Bunda sakit? “ Tanyaku pada bunda. Bunda bersandar di pundakku yang kecil ini. Terlihat wajahnya yang sangat pucat.

“ Angel anakku, ini adalah tempat favorit bunda sejak kecil. Bunda sengaja mengajakmu ke sini, karena mungkin tiba saatnya sudah. Bunda harap, Angel menyukainya”. Bunda berkata dengan sangat lembut padaku.

“ Bunda, Angel sangat suka tempat ini. Bunda kenapa mengajak Angel ke sini? Apa maksud bunda berkata tiba saatnya sudah? “ Aku bingung.

“ Anakku tercinta, bila suatu saat ini bunda tiada, bunda minta Angel sudi untuk membaca surat ini. Surat ini bunda tulis tadi malam, khusus buat Angel anak bunda satu-satunya yang sangat bunda cintai.” Bunda beranjak dari pundakku, bunda memperlihatkanku sepucuk surat berwarna putih sengaja dilipat berbentuk pesawat, dan surat itu bunda masukkan dalam sebuah kotak kayu yang sangat indah sekali.

Bunda memegang kedua pipiku sambil menatap kedua mataku. Dengan penuh haru, dan mata yang berkaca-kaca. Bunda memelukku erat sambil menangis terisak, dan anehnya aku hanya bisa terdiam seperti patung merasakan hangat pelukan bunda.
Lama bunda memelukku, perlahan-lahan ku balas pelukan bunda. Tapi entah kenapa, semua terasa dingin. Dan pelukan bunda terlepaskan. Tak ada rasa hangat saat aku memeluk bunda. Tersentak aku, ku lepaskan pelukan dan melihat keeadaan bunda. Innalillahi wainna ilairoziun, bunda meninggalkan aku saat belum sempat aku ucapkan I Love You, Bunda. Tangisku lambat laun meledak, kupeluk erat raga bundaku.

“ Bunda… Bangun… Jangan tidur di sini… hag hag.. Jangan biarin Angel sendiri”. Aku memeluk erat bunda beberapa lama dan sambil menangis atas kepergiannya.
Hari ini bunda dimakamkan, dan keesokan harinya aku pergi ke bukit itu lagi. Aku ingin membaca isi surat yang telah bunda tuliskan untukku. Dengan begitu lemahnya, ku langkahkan kakiku demi bunda sambil memeluk foto bunda.

Sesampainya di atas bukit, segera ku ambil kotak kayu, tempat bunda menyimpan suratnya. Perlahan-lahan aku membukanya, dan mengambil suratnya. Tik, tik, air mataku perlahan menitik yang bermula hanya berkaca-kaca. Jantungku berdetak sangat cepat, tak kuat rasanya untuk membaca surat putih itu. Tapi, aku harus kuat. Ini adalah permintaan bunda yang terakhir padaku sebelum ia meninggalkan aku.

Dengan lembutnnya ku buka lipatan surat putih yang berbentuk pesawat itu. Dengan tangan yang gemetaran, kuperhatikan lembar surat itu. Nampak ada tergambar bunga mawar merah, mawar putih, dan bunga melati. Kata demi kata aku membaca suratnya

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk anakku tercinta Angel Keisha Irfan.

Salam hangat kasih sayang dan cintaku untukmu anakku.

Anakku Angel,
Terus berjuang anakku tersayang, selagi matahari masih belum terbit di barat, selagi sangkakala belum ditiupkan.
Terus berjaga-jaga anakku tercinta, sebelum fajar menyingsing pagi, sebelum matahari terbangun dari peraduannya.
Jaga dirimu anakku terkaya, dari dahan-dahan dan ranting-ranting yang patah, dari tiupan angin yang semakin kuatnya, dan dari batu yang mereka lemparkan padamu.
Jadilah pemimpin anakku terbaik, menggantikan mereka yang ditiup angin.
Pakailah akalmu anakku terpndai, selagi mata masih dapat memperhatikan, selagi telinga masih mendengakan, selagi hati masih bisa memahami.
Terus berjuang anakku tercinta.
Meskipun kini tak ada lagi bunda di sampingmu, tapi doa bundamu akan selalu menyertaimu.
Bunda sayang Angel, bunda cinta Angel.
Buatlah bundamu ini bangga anakku sayang.

Anakku Angel, setelah membaca surat ini bunda minta, Angel membalasnya dan berjanji dalam hati untuk selalu melakukan yang terbaik buat Angel.
Jika Angel merindukan bunda, Angel cukup menulis surat, dan terbangkanlah dari atas bukit ini. Percayalah pada Allah, dengan kekuasaan Allah apa yang Angel ingin sampaikan pada bunda lewat surat, insyaallah akan terbaca oleh bunda.

Jaga dirimu baik anakku tercinta. Bunda pasti selalu bersamamu.

(diambil dari suatu tulisan seseorang, yang tidak diketahui namanya)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Air mataku semakin deras mengalir setelah membaca surat itu. Kaki ku menjadi sangat lemah, tak kuat menopang badan. Aku turtuduk menangis pilu. Menangis meluapkan rasa sedihku. Dengan hati-hati, ku tulis surat cintaku untuk bunda.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk bundaku tercinta yang semoga selalu bahagia di alam sana.

Salam cinta, kasih dan sayangku selalu untukmu bundaku.

Bunda, sangat berat beban Angel untuk mengikhlaskan bunda. Angel tak mengharapkan hal ini terjadi begitu cepat. Angel sangat membutuhkan bunda. Angel sangat mencintai bunda, Angel sangat menyayangi bunda. Angel berharap bunda sudi memaafkan semua kesalahan yang pernah Angel lakukan pada bunda.

Bunda, Angel janji. Angel akan membuat bunda bangga. Angel janji, bisa membuat bunda tersenyum.

Bunda, Angel akan selalu sangat merindukanmu. Angel akan selalu menulis surat untukmu, bunda. Angel sangat mencintai bunda. Tak seorangpun di dunia ini yang bisa menggantikan cintamu di hati Angel, bunda.

Salam rinduku untukmu selalu, bundaku.
I Love You.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Setelah selesai, kulipat suratku berbentuk pesawat, dan kutuliskan di sayapnya “Surat Cintaku Buat Bunda”.
Aku berdiri, ku pejam mataku, ku rasakan hawa yang berada di sekitarku. Aku yakin, bunda ada di sampingku.

“ Ya Allah, bahagiakanlah bundaku tercinta di sana” Aku berdoa untuk bunda. Dengan pelan, ku terbangkan suratku. Nampak jelas sekali surat itu terbang, entah kemana perginya. Aku yakin, bunda pasti selalu akan membaca suratku. I love You, Bunda. Semoga kau selalu bahagia di sana.


Maharani Rukmana Prahesti,, Banjarbaru, 21 Desember 2009

Namaku Sandra (Cerpen)


“ Hujan membasahi semesta, gundah gulana pun melanda. Pikiran ini seperti kapal yang terombang ambing di tengah samudera, diterpa badai, topan, petir dan kilat yang kian menghiasi sesekali memberikan kejutan cahaya langit. Adakah setitik saja harapan bintang yang bersinar meyakinkan hati ini bahwa masih ada jalan untuk terbebas atas kegalauan ini ”.
Kembali aku berkata-kata puitis, aku galau dan galau lagi. Jauh lebih dan lebih tak seperti biasanya. Nampaknya aku terkena serangan suatu penyakit, yaitu GAD. Atau bahasa ribetnya generalized anxiety disorder. Apakah kamu tahu? Bila kamu belum mengenalnya, maka tanyakan pada mbah Google. Aku hanya bisa tertawa lepas. Mungkin sebagian massa mengetahui apa yang kumaksud, tapi sebagian kalangan akan beranggapan bahwa itu hanya bahasa yang dibuat-buat agar aku terlihat lebih gaul. Ya, untuk kamu semua yang bergelut dalam ruang ilmu kesehatan, insyaAllah mengetahui apa yang aku maksudkan. Benar, aku mengalami gangguan kecemasan. Entah ini akan berujung di tumpuan mana, atau malah terus berbelok yang tiada habisnya. Semoga tidak, bantu aku menemukan jawabanya Ya Allah... 
Seorang mahasiswa duduk dibangku perkuliahan bidang kesehatan semester 1 disalah satu universitas di Kalimantan Selatan. San-San, itulah julukan kesayangan yang dinobatkan padaku, yang dianugerahkan oleh kedua orang tua kandungku dengan nama Sandra Syerlo Dermawan. Mungkin sahabat-sahabat kampusku sekarang, mengenal aku sebagai sosok yang anggun, cantik, pintar, dewasa, multi talenta, dan muslimah yang solehah. Solehah? Ya, kata ini yang akan menjadi sorotan pertama dari semua titel yang aku miliki. Apakah kamu tahu masa laluku seperti apa? Akan kuceritakan padamu, siapa aku yang dulu. Semua berawal dari tahap labilku. Sesuatu yang membuatku berpikir keras hingga detik ini. Bahkan mungkin seandainya otakku bisa berbicara, ia pasti akan menyatakan rasa betapa murkanya padaku. Aku pun sendiri tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Apakah ini akan membawaku dalam cahaya yang tiada habisnya? Atau malah akan membuatku buta, karena yang kulihat hanya suram, kegelapan, dan kehampaan yang tiada kesudahan.
Perempuan, wanita, atau semacamnya itulah kodratku. Tapi semua nampak jelas seperti tidak wajar. Rambut model spay (itu lho yang model rambut kaya artis Hongkong), mengenakan behel, mengenakan kaos oblong warna hitam atau putih, celana pendek yang kantongnya gede segede gaban, topi, dan sepatu kets. Sangat menyukai coklat dan permen karet. Begitulah stye seorang Syerlo. Syerlo adalah nama panggilan laki oleh sahabat-sahabatku di SMA. Mereka bilang bahwa nama Sandra gak matching dengan semua gaya dan gerak-gerikku, karena nama Sandra terlalu feminim alias kewanita-wanitaan. Aku hanya bisa menerima dengan lapang dada, tangan terbuka, dan tersenyum lebar, mirip seperti pagar ayu yang menerima tamu di kondangan acara resepsi pernikahan. Aku seorang karateka, anak pramuka, drumer, dan seorang kapten tim basket di sekolahku. Tapi jangan salah, aku memiliki hobi memotret, dan penggila sastra. Ini masih menunjukkan bahwa aku seorang anak perempuan. Lebih tepatnya, anak cewek yang masih bisa menjadi wanita seutuhnya. Karena katanya, cewek dan wanita itu memiliki perbedaan.
Semangat ’45 berkobar, tidak ubahnya seperti pejuang-pejuang yang membela mati-matian untuk kemerdekaan. Kami pun juga seperti itu, meskipun kami berbeda arah tapi tujuan kami sama, yaitu kemenangan. Hari ini adalah final pertandingan basket putri antara tim basketku melawan tim Galaksi. Kualitas permainan yang diacungi jempol, dan rasa percaya diri yang tinggi membuat kami sangat yakin akan menjadi jawara dalam Liga basket ini. Takdir pun menyetujui, seiring jalan kemenangan yang kami raih. Sebagai kapten, sudah sepantasnya aku mereguk kepuasan dan kebanggaan yang mungkin akan menumbuhkan rasa iri dari kapten tim basket yang lain.
Sepulangnya dari lokasi pertandingan, seperti biasanya aku bersama sahabat-sahabatku. Si merah motor kesayanganku dan si coklat bola basket kebanggaanku. Sewaktu di perjalanan, aku bertemu dengan kawan lamaku saat SMP tempoe doloe. Sentak aku menghentikan si merah, menggendong si coklat dan segera menghampirinya. Dan berkata “ hay Boy, kemana aja? Lama banget gak ketemu”. Lalu toss ala anak laki-laki. Ternyata orang itu berubah drastis, gayanya malah kemayu. Tidak semacho waktu aku kenal dulu. Bahkan sekarang kesibukannya menjadi penari merching band. Oh my God... Anak laki-laki memegang bendera warna-warni, keliling lapangan, bergaya ala anak perempuan. Eeeuhh, gak banget...Melihat seperti itu, aku rasanya jadi mual pengen muntah.
Rasa deg-degan, tidak tahu awal mula dan datangnya dari mana. Seperti rasa takut, atau malah rasa kaget. Dua orang perempuan cantik berambut panjang, bermaskara tebal, bersoftlens biru, dan berpakaian seksi  mendekatiku saat sedang mengobrol dengan Boy. Mereka tersenyum sumringah dan sesekali saling berpandangan diantara posisiku. Berambut pirang di sebelah kanan, dan berkawat gigi di sebelah kiri. Gak ada ujan, gak ada gerimis, gak ada ojek, becek, hahahahahahaha (kata cinca waura), dua wanita itu malah merangkulku dan meraba-raba wajah mulusku sambil ngoceh, nyablak, cerewet, ketawa-ketiwi. SKSD alias sok kenal sok dekat. Asli, tidak sekedar bulu roma atau bulu kuduk kata penyanyi dangdut, tapi semua bulu terasa berdiri gara-gara kejadian itu. Wajahku membiru pucat, badanku panas dingin, rasanya sudah ingin tewas ditempat. Segera ku alihkan pembicaraan dan kutinggalkan mereka. Pulanglah aku menuju rumah dengan kecepatannya super duper tinggi, sampai-sampai tali gas si merah hampir tidak bisa kembali mengendur seperti semula.
Masih terngiang-ngiang, terbayang-bayang, bahkan sampai menjadi bunga tidur dalam berminggu-minggu. Kejadian itu sangat mengganggu dan menghantuiku. Sudah ku coba untuk melupakan, tetap saja tidak bisa. Apalagi setelah aku tahu bahwa dua anak cewek itu memang penyuka sesama wanita. Oh my God pangkat lima, rasa takut berkecamuk dalam diriku. Keinginan menangis untuk melampiaskan rasa ini sangat besar, tapi nyatanya aku tak mampu untuk melakukan. Aku bingung. Apakah mereka berdua menyukaiku karena gayaku yang seperti anak laki-laki? Aku bercermin, dan aku baru tersadar bahwa aku lebih cocok dikatakan tampan daripada cantik. Pantas saja kalau perempuan mengidolakanku, dan laki-laki melupakan kehadiranku. Sejak saat itu, aku mengurangi tingkah tomboy yang selama ini menjadi statusku. Sekali lagi, mengurangi bukan menghilangkan. Ke sekolah mengenakan bandana, atau jepit rambut. Bahkan aku berhenti dari klub karate. Semua kulakukan, karena aku merasa ini lah yang terbaik untukku sekarang.
Perlahan setelah setengah tahun berjalan seiring waktu, kejadian itu tak lagi mengganggu kehidupanku. Lebih tepatnya, itu terekam kuat dalam memoriku, namun tidak akan merusak mimpi-mimpi indah di depanku. Sekarang, aku duduk di bangku kelas II IPA 1 (Ilmu Pengetahuan Alam). Suatu kebanggaan bagiku, mengingat kedua orang tuaku adalah jurusan sastra. Mungkin aku salah satu keturunan yang akan merubah sejarah dalam keluarga. Walaupun jurusan IPA, aku tetap mencintai dunia fotografi dan sastra. Apabila ada waktu senggang atau istirahat, aku sesekali menulis puisi, atau memotret di sekitar sekolahku. Seperti hari ini, aku membuat sebuah puisi yang bernuansa kesunyian dan memotret beberapa tingkah laku yang tak lepas pandang dariku. Aku sangat senang melakukan kegiatan ini, sebagai sumber inspirasi dan sumber pelampiasanku.
Melihat kembali hasil potret yang ku dapat di sekolah. Satu foto close up yang tidak sengaja tertangkap di kamera lomo ku. Seorang siswa berkulit putih sedang membaca buku di bawah pohon. Aku akui, dia tampan. Dapat kupastikan apabila dia tersenyum sangat manis. Sumringah aku saat mengetahui ada wajahnya di kameraku. Rasa deg-degan di hatiku. Ini sama sekali tidak pernah kurasakan sebelumnya. Serasa terdengar nyanyian lagu “Menatap indanya senyuman di wajahmu, membuatku terdiam dan terpaku...”. Apakah ini yang namanya cinta pada pandangan pertama? What? Sejak kapan seorang Syerlo mengenal cinta. Apa itu cinta? Tapi aku sama sekali tidak mengenalnya, bahkan untuk pertama kalinya aku tahu dia satu sekolah denganku.
Niatku untuk mengenalnya. Setidaknya, aku bisa menjadi orang terdekatnya sekalipun hanya seorang teman yang mengagumi. Di sekolah, aku selalu memperhatikan gerak-geriknya. Bisa dikatakan, waktu dia masuk kelas, kantin, lapangan, bahkan ke kamar mandipun aku tahu. Bukan seperti penguntit, tapi detektif. Hingga tanpa terasa, banyak sekali informasi dan foto wajahnya yang ku dapat. Saat dia tertawa, tersenyum, kelakuan konyolnya bersama teman-temannya, bahkan saat dia sendiri dan termenung pun ada. Aku jadi merasa lebih hebat daripada wartawan yang mengumpulkan banyak data dan informasi.
Anak laki-laki itu bernama Fahrezi Sinatrya Candida Feryaldi dan nama akrabnya adalah Fahri. Kelas II IPA 1. Baik, pintar, pemain basket juga seperti aku, dan orangnya sholeh. Harapanku untuk menjadi kekasihnya cukup besar. Hanya saja, masalahnya adalah aku takut. Jangankan mendekatinya, mengajak berkenalan saja aku sudah serasa dipukul 1000 orang body guard dan 1000 penyamun, dan itu sama sekali tidak pernah berhasil. Apalagi setelah aku tahu, bahwa Fahri menyukai tipe wanita yang anggun, cantik, pintar, dan yang paling penting adalah berjilab. Hah? Berjilbab? Dari kriteria, aku sudah gagal. Nol besar. Aku menjadi pesimis, semua impian dan harapan seperti layang-layang yang terlalu terbang jauh tinggi ditiup angin.
Seperti biasa, aku mengamati Fahri dari jauh, dan tiap ada kesempatan ku potret dia, dan semua kukumpulkan menjadi satu album yang khusus tentang dirinya. Baru kali ini, seseorang benar-benar membuatku kagum, sampai membuatku termenung. Aku sangat memikirkannya. Tiba-tiba, saat aku sedang asyiknya termenung. Seseorang mengagetkanku dari belakang. Berbalik badan, dan agak sedikit jengkel, aku berdiri dari tempat duduk. Sosok yang tidak ku kenal. Melihatnya pun baru pertama kali. Anak perempuan berkulit coklat, semampai, dan berkerudung lah pelakunya. Dia mengajakku berkenalan. Ngakunya sich anak baru getoh.... Namanya Bianka, pindahan dari Singapura. Karena ibunya meninggal, jadi Bianka ikut neneknya yang tinggal di Indonesia.
Entah mengapa, aku dan Bianka menjadi sangat akrab, orang-orang mengenal kami seperti soulmate. Pernah sempat ada gosip yang beredar bahwa aku dan Bianka punya hubungan. Karena aku dan dia sangat berbeda sekali, aku tomboy sedangkan Bianka sangat feminim. Hal itu tidak kami gubris, kami anggap “anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Akan tetapi, tetap ada perasaan tidak enak antara aku dan Bianka. Aku melihat dari ekspresi wajahnya, Bianka ingin mengakatakan sesuatu, sesuatu yang tidak biasa. Ternyata dugaanku benar, Bianka mengatakan bahwa aku harus berubah. Aku harus menjadi wanita tulen, bukan wanita jadi-jadian seperti sekarang.  Aku hanya bisa terdiam mendengar semua nasehat darinya, dan aku pikirkan benar-benar saat aku pulang.
“ Syer, kamu harus berubah. Jangan seperti sekarang. Ini bukan kamu yang sebenarnya. Kamu diciptakan Allah dengan kodrat sebagai seorang wanita, bukan pria. Tidak masalah kamu menyukai basket, bermain drum, bahkan mungkin naik gunung sekalipun. Tapi ini hidupmu yang nyata. Aku akan sangat menghargai niatmu apabila ingin berubah untuk jadi lebih baik, lebih menghargai dirimu sebagai seorang muslimah yang sesungguhnya. Jangan takut Syer, aku akan membantumu semampuku. Karna, Syerlo sudah kuanggap seperti saudara kandungku sendiri. Aku mau kamu bahagia, kamu senang, kamu dapat memilih mana yang benar, dan kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Aku minta, kamu pikirkan ini baik-baik, karena ini demi kebaikanmu juga. Untuk hidupmu “.
Dua hari aku tidak masuk sekolah dengan keterangan sakit. Aku benar-benar seperti mendapat pencerahan. Atau mungkin dapat dikatakan aku terbangun dari tidurku selama ini. Mungkin ini membuat Bianka bingung, dan hari itu ia datang ke rumah ku. Dengan secara tiba-tiba ia sudah berada di kamarku. Kaget setengah ons aku yang baru selesai mandi. Ya, tanpa membuatnya menunggu lama aku bergegas mengenakan pakaian.
“ Apa ini ? “ Sigap aku bertanya dengan sebuah kotak yang diberikannya pada ku. “ Buka deh Syer, aku rasa kamu butuh ini” Bianka menjawab pertanyaan dengan tenang. Hah? Jilbab? Apa-apaan ini. Aku terdiam menunduk, sambil memegang jilbab berwarna hijau itu. Aku sangat bingung ingin berkata apa. Seperti ada yang meneriakkan sesuatu di telingaku, tapi tidak terdengar jelas. Tidak terasa, air mataku menetes mengalir melintasi hidungku yang mancung dan pipiku yang chubby. Bianka mengambil jilbab dari tanganku. “ Ini aku belikan bukan buat ngelap ingus, bu... Tapi begini cara memakainya... Nah... Begini kan cantik, pasti Fahri naksir kamu deh! “ Bianka mengenakan jilbab itu di kepalaku sambil tertawa lepas. Aku hanya bisa tersenyum dan memeluknya, sambil mengusap air mata dan sedikit cairan yang keluar dari hidungku. Ini akan membuka jalan baru lagi atau akan membuatku semakin tersesat.
Setelah kejadian itu, rasa teriakan itu perlahan-lahan mulai jelas terdengar di telingaku. Aku masih takut untuk memastikan. Aku takut salah dengar. Aku bercermin kembali. Ku coba mengenakan jilbab itu. Ku jepitkan peniti di bagian leher, hingga jilbab terpasang sempurna. Aku tersenyum lebar. Aku seperti melihat bukan diriku yang selama ini. Di cermin yang kulihat adalah sosok orang lain yang belum aku kenal sama sekali. Kembali aku meneteskan air mata. Ternyata aku baru sadar, betapa cengengnnya aku. Aku mengira bahwa Syerlo selama ini adalah sosok yang kuat, tegar, tidak ada kata menangis dan pasrah.
Tak lama terdengar adzan magrib. Suara itu menggetarkan hatiku, air mataku semakin deras mengalir. Hampir mengalahkan air keran yang lagi macet. Bahkan jantungku agak sulit untuk berkontraksi dan berelaksasi. Sepertinya tekanan darahku naik, dan efek waktu reaksiku menurun. Kewajibanku sebagai seorang yang Islam, telah lama meninggalkannya. Aku jarang shalat. Shalat hanya magrib, sisanya aku lalai dan lupa dengan sengaja. Mengucapkan Astagfirullah ataupun alhamdulillah saja tidak pernah sekalipun terucap dari mulutku. Aku wanita, tapi aku malah menampakkan seperti laki-laki. Aku seharusnya merawat makhota ini, bukan memotongnya model cepak cincang seperti sekarang ini. Apa yang sudah terjadi denganku selama ini? Setan apa yang sudah merasuk ke tubuhku yang mungil ini? Tak berlama-lama menunggu mumpung setannya keluar dari tubuhku, aku segera mengambil air wudhu.
Aku mulai semua dengan niat, perlahan mengangkat takbir “ Allahu akbar “ hingga salam. Terbata-bata aku membaca ayat-ayat Allah. Bukan karena aku sudah lupa dan menghafalnya kembali, tapi ayat demi ayat ku resapi maknanya di hati. Alhamdulillah aku masih hafal dan fasih melafalkannya yang diajarkan ibuku dulu. Ku panjatkan doa pada yang Mahakuasa. Berderai air mata ini, mengenang dan mengingat semua kesalahan yang pernah aku lakukan. Akulah manusia yang berlumuran dosa. Bahkan lebih suci yang berlumur lumpur kotoran 1000 tahun, dibandingkan saking hinanya aku.
“ Ya Allah... Ampunilah dosa hambamu selama ini. Hamba yang melupakan semua kewajiban, dan melalaikan semua perintah Mu. Bimbing hamba ya Allah. Bukalah pintu kalbu ini dengan segala rahmat Mu, sentuhlah hati ini dengan kasih sayang dan cinta Mu, ya Allah Tuhan ku yang Mahakuasa...Aku berserah kepada Mu, hanya kepada Mu...” Meraung-raung aku mencurahkan isi hatiku. Aku katakan bahwa aku lelah, aku tidak sanggup, dan aku bingung dengan semua yang ada di hadapanku. Aku bersujud untuk beberapa saat hingga perlahan aku menjadi tenang.
Malam ini aku berencana ingin mengatakan pada ibuku, bahwa aku ingin mengenakan jilbab, dan merubah cara berpenampilanku selama ini, dan juga ingin menceritakan semua yang telah terjadi. Mulut komat kamit sambil bersepeda santai, mendengarkan musik mengelilingi stadion olahraga, aku memikirkan dan menata kalimat yang ingin ku sampaikan pada ibuku. Semoga rencana ku berhasil malam ini. Tanpa sengaja saat sedang asyik-asyiknya, aku melihat Biaka di bawah pohon di ujung stadion. Dan, astagfirullah... Dari jauh aku melihatnya melakukan hal yang tidak sepantasnya ia lakukan bersama laki-laki. Kenapa bisa?
Setengah sadar dan tidak, aku seperti orang konyol di jalan raya. Pandangan kosong, bermimik bingung. Masih kepikiran dengan hal tadi. Kenapa bisa Bianka melakukan itu? Sedangkan dia berjilab, rajin ibadah, orangnya juga baik. Bahkan aku baru tahu kalau dia punya teman dekat laki-laki. Ia tidak pernah menceritakan hal ini padaku. Aku kembali bingung, setelah kejadian ini, jadi atau tidak mengenakan jilbab? Aku jadi merasa belum siap untuk memegang amanah berjilbab. Apa kata orang bila aku masih ugal-ugalan, aku masih belum terbiasa dengan sikap baru yang lebih sopan, apalagi aku punya banyak teman laki-laki. Itu bisa saja akan merusak nama baik jilbab. Ih, itu orang berjilbab. Tapi kok kelakuannya seperti itu ya? Jangan-jangan berjilbab cuma mau cari sensi, bergaya atau menutup aib. Aku tidak mau kata-kata seperti itu muncul.
Mengatakan yang ingin dikatakan, tidak semudah saat aku berlatih komat-kamit kemarin. Apalagi saat kembali teringat kejadian yang aku lihat kemarin. Hari ini aku menyendiri tanpa ditemani Bianka. Dan memang hari ini aku juga tidak melihan Bianka berhadir di sekolah, tidak tahu apa yang sekarang terjadi dengannya. Kembali aku memotret bersama permen karetku, dan cukup lama tak memperhatikan Fahri. Memang aku tidak mengenakan jilbab, tapi perlahan aku mengenakan jaket dengan tutup kepala untuk belajar membiasakan diri. Seperti objek yang hilang, aku tidak melihat Fahri. Padahal, aku sangat berharap bisa melihat senyumnya hari ini. Wajah jadi suram karena tidak menemukan sosoknya.
 “ Hay...” seseorang menyapa ku dari belakang. “ Coklat ? “ dia menawarkan coklat padaku. Aku diam seribu bahasa, aku kaget, aku terkejut, aku syok, apalah namanya yang mirip itu. Aku hanya bisa mengucapkan huruf A. Seperti orang yang tidak hafal abjad. Fahri menyapa ku, OMG Oh My God..... Mimpi apa aku semalam. Berasa kejatuhan durian runtuh. Rezeki nomplok booo. Dalam hati aku tertawa, tapi tetap jantung ini berdetak cepat, wajah pucat pasi malu-malu ayam. Dengan santainya Fahri duduk di sebelahku.
“ Umm... cuacanya cerah ya. Coba deh lihat awannya, lucu ya. Kenapa Syerlo diam aja? Eh, namamu memang benar Syerlo kan? Oh iya, aku Fahri “. Dia berbicara sesuka jidatnya, panjang melebihi rel kereta api. Sambil senyum, sesekali tertawa malu di depanku. Aku jadi lucu sendiri, sepertinya ia menutupi rasa gugupnya dengan cara berbicara seperti itu, dan aku malah sebaliknya. Hahahahaha. Dia menyodorkan tangannya, dan aku menyambutnya dengan hangat. Perkenalan itu terasa unik dan khas. Tiba-tiba saja menyapa, menawarkan coklat, dan menunjuk awan yang berbentuk love. Berasa ilfill (ilang feelling). Ternyata orang yang kukagumi selama ini, begini caranya berkenalan. Setelah perkenalan itu, kami mengobrol dengan santai. Membicarakan mata pelajaran, ekskul di sekolah, bahkan cerita konyol anak kecil mungil nyempil yang sukanya ngupil juga jadi pembahasan. Kalau seperti ini, aku akan sangat cepat mudah akrab dengannya. Tersenyum aku sembunyi-sembunyi dalam hati.
Lama tak terdengar kabar Bianka, sudah seminggu ini. Sempat aku menunjungi rumah neneknya, tapi tidak ada seorang pun. Cukup heran dengan dengan hilangnya Bianka. Padahal banyak yang ingin kuceritakan, dan kutanyakan padanya. Sempat terdengar kabar bahwa Bianka kembali ke Singapura bersama keluarganya. Tapi, tidak jelas alasannya seperti apa. Cukup bersedih, karena baru sebentar memiliki sahabat sepertinya. Seandainya memang berpisah, kenapa haru seperti ini caranya? Meninggalkan jejak yang belum aku pahami, mengerti, dan penjelasan yang jelas atas kejadian kemarin. Semoga saja, aku cepat mendapat kabar darinya. Lindungi sahabatku Ya Allah...
“ Syer... Syerlo... Ada surat nih... Katanya dari Bianka. Ibu taruh di meja kamarmu ya...” Ibu memanggilku saat aku masih di halaman belakang. “ Iya... Makasih ya bu...” Aku menyahut sembara berlari mencuci tangan dan kaki, dan segera mengambil surat. Ku baca amplop, memang benar dari Bianka, dan surat ini dikirim dari Singapura. Segera ku sobek samping amplop coklat itu. Ku baca isi surat yang ia tulis dengan pena hitam.
“ Sahabatku Syerlo, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk pergi tanpa pamit. Karena aku merasa, saat itu di rumahmu bukan waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya. Jujur, aku sangat senang bisa memiliki sahabat sepertimu. Aku bangga padamu. Apalagi setelah tahu perubahan terjadi, seorang Syerlo menjadi yang jauh lebih baik. Sekarang aku pindah ke Singapura. Aku menikah, karena aku hamil. Semua karena kecerobohanku, sahabatku. Maafkan aku bila aku membuatmu kecewa. Jaga dirimu baik-baik sahabatku. Jangan biarkan dirimu terbuai dengan sesuatu yang menyesatkan. Mungkin ini suratku yang pertama dan terakhir. Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk tersenyum disampingmu. Selamat tinggal sahabatku. “ Tertanda Bianka.
Aku terkejut setelah membaca surat pengakuan itu. Rasa kecewa, rasa kasihan, bercampur menjadi satu. Aku menangis tersedu-sedu setelah mengetahui kenyataan itu. Apalagi setelah melihat foto pernikahannya. Mungkin suara tangisku terdengar oleh ibu, ibu menghampiriku. Kuceritakan semuanya pada ibu. Semua yang sudah terjadi denganku, saat aku disukai sesama wanita, saat aku mengagumi sosok Fahri, seorang sahabat yang kubanggakan menikah karena kecerobohannya, dan saat aku ingin berubah menjadi wanita muslimah yang sebenarnya dengan mengenakan jilbab kemanapun aku melangkah ke luar. Tangisanku meledak di pelukan ibu. Ibu menasehatiku, dan berusaha membuatku untuk tenang. Saat itu aku benar-benar syok, sepertinya saat itu benar-benar puncak rasa bingung, dan khawatirku selama ini. Nafasku mulai memendek, oksigen sulit kuhirup, dadaku kembang kempis. Alamat lah sudah, asma ku kambuh. Beberapa saat aku menjadi tak sadar dibuatnya.
Aku menjadi murung sejak saat itu, aku sering melamun, dan menyendiri. Teman-teman yang mengajakku berbicara tak satupun ku hiraukan, bahkan Fahri sekalipun. Ada rasa trauma yang masih melekat dalam diriku. Tak bisa dipungkiri usaha yang kulakukan, terlebih ibuku. Bermacam-macam yang beliau lakukan untuk mengembalikan mentalku seperti dulu. Hingga saat itu, diam-diam aku memperhatikan ibu. Ibu menangis sambil memandang fotoku bersama beliau. Spontanitas aku memeluk ibu dari belakang, dan meminta maaf seraya mencium kaki ibu. “ Syerlo sangat sayang ibu... Maafkan Syerlo selama ini yang sudah membuat ibu sedih dengan segala tingkah laku Syerlo, Bu... “ Aku menangis, dan menangis. Ibu dengan kuatnya berkata lantang, walaupun sambil berderai air mata pula “ Tidak apa-apa anakku sayang, ibu mengerti “. Saat itu 22 Desember, bertepatan hari ibu. Ku rasa ini adalah saat yang tepat untukku menyatakan.
“ Selamat hari ibu, Ibuku tercinta. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Selalu menjadi penerang, panutan, malaikat, pahlawan, sahabat terbaik, dan protektor yang selalu menyayangi, mengasihi, dan mencintai ananda bagaimanapun keadaannya. Ibu, sempurnanya dirimu melengkapi sukma, mendampingi sempurnanya Allahi. I Love You Bu...” Dengan terbata-bata kunyatakan perasaanku pada ibu.
“ Terima kasih, semoga gelombang keberuntungan selalu menopang pada jiwa tuntunan bagi anak ibu, biar jadi anak sukses dunia akhirat. Tiada kebahagiaan lain dihati seongsok ibu selain kesuksesan buah hatinya. Sekali lagi terima kasih anakku “. Ibu menjawab pernyataanku. Kami larut dalam kasih sayang, sudah lama kami rindukan bersama.
Tahun ajaran hampir berakhir di kelas III SMA. Tersenyum kembali, lupakan masa lalu. Apakah kamu tahu? Sekarang aku mengenakan jilbab, tidak laki-laki seperti dulu. Sekarang aku wanita tulen, meskipun begitu aku masih menyukai basket, fotografi, dan tetap pengila sastra. Sahabat terdekatku kini Fahri, walaupun kadang rasa kagum itu menghantui untuk tidak menjadi sekedar teman. Tapi aku rasa, ini saja sudah membuatku senang. Setidaknya sampai aku menemukan sosok yang benar-benar menjadi pendamping hidupku.
Hari ini adalah hari dimana kami mengikuti tes untuk memasuki dunia perkuliahan. Rasa gugup, takut, tapi berusaha tenang. Aku dan Fahri sepanjang perjalanan mengubah suasana ini menjadi riang. Kami bercanda bersama, bergurau bersama, berfoto berdua, menceritakan hal-hal konyol yang baru kami temukan. Hanya saja saat itu, tiba-tiba aku merasa takut kehilangannya. Seakan, aku tidak mau apabila dipisahkan dengannya. Apalagi saat aku melihat senyum bahagianya, rasanya senyum itu ingin ku bawa pulang dan ku simpan di dompet supaya bisa aku pandang setiap saat. Lamunan sesaat itu, membuatku sedikit mengurangi candaku. Aku lebihkan untuk memperhatikan sosoknya benar-benar saat bersamaku. Aku hayati, sangat terasa kasih sayang itu. Ya Allah, aku baru menyadarinya. Kenapa baru sekarang? Aku mengira saat itu, itu hanya karena kagum sesaat. Ternyata rasa itu semakin tumbuh. Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum memandangnya.
Di pantai ini suasananya sangat bagus. Ide yang sangat cemerlang oleh Kepala Sekolah untuk mengajak kami ke tempat ini setelah menyelesaikan tes di universitas tadi. Udara yang begitu sejuk membelai raga, melihat gelombang yang saling berkejaran, burung-burung bernyanyi riang dengan nada do rendah sampai kembali do tinggi. Kesempatan ini tidak kami lewatkan oleh aku dan Fahri. Kami bermain main air, berkejar-kejaran, tertawa lepas, riang gembira bersama. Ini sangat mengesankan bagiku, dan kenangan yang sangat mahal apabila di beli.
Melepas lelah, kami duduk berdua di bibir pantai. Kami saling bercerita satu sama lain. Baru saat itu, aku melihat Fahri meneteskan air mata. Ia mengatakan bahwa ia sangat merindukan sosok ibu yang telah meninggalkannya, semenjak ayah dan ibunya berpisah. Aku juga ikut terhanyut dalam kisahnya. Kuberikan ia sapu tanganku untuk mengusap air matanya. Saat itu, aku menjadi kaget. Fahri bersandar di bahuku, ia memintaku untuk tidak menolaknya. Perasaan yang tidak enak, aku turuti keinginannya.
“ Syer, apa kamu ingat saat kita berkenalan dulu? Hahaha. Itu kejadian yang sangat lucu, aneh, dan unik bagiku. Aku tidak pernah melakukan hal itu kepada orang lain kecuali kamu Syer. Awalnya, aku mengira ini adalah impian yang terkonyol untuk bisa menjadi orang terdekat bagimu. Tapi kenyataannya, sekarang aku malah bisa bersandar, bercerita, tertawa, dan tersenyum bersama denganmu. Syerlo, kalau boleh jujur, aku sangat senang kamu menjadi lebih baik sekarang. Apalagi setelah mengenakan jilbab. Apa kamu tahu? Jilbab itu dikenakan karena Allah ta’ala. Alasan belum siap itu hanya pembelaan, siap tidak siap sebenarnya harus siap. Jilbab adalah batasan akhlak seorang wanita, Syer. Aku rasa kamu mengerti apa maksudku “ Fahri mengatakan ini, tanpa ku sela sedikitpun. Ia pun tidak bersandar di bahuku lagi, malah berbaring di sampingku.
“ Syer, aku ingin kamu tahu. Aku sangat menyayangimu, aku mencintaimu, aku sangat senang bisa mengenalmu di dunia ini. Semoga kita bisa dipertemukan di tempat yang lebih indah. Oh ya, aku ingin memanggilmu dengan nama Sandra. Ingin ku lakukan dari dulu. Sandra yang cantik “ Fahri kembali berucap.
Saat aku berpaling dan melihat wajahnya, Fahri meninggalkanku. Ia tersenyum dengan raganya yang terbaring pucat. Innalillahi wainnailaihi roziun.. Aku berteriak “Fahriiiii..”Aku menangis didepannya.
Sekarang aku duduk di bangku kuliah. Semua kenangan indah kusimpan dengan baik dalam hati. Sejak semua pengalaman hidup yang ku alami, maka aku bertekad untuk menjadi lebih baik. Seorang muslimah sejati bernama Sandra.

 Cerpen Inspired   by:  Maharani Rukmana Prahesti , Desember 2011